Selasa, 10 Juni 2014

PERANAN GURU DAN MURID DALAM PENDEKATAN INQUIRY

A.    Peranan Guru dalam Pendekatan Inkuiri



Pada prinsipnya inkuiri adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka peranan guru adalah sebagai pembimbing, stimulator, dan fasilitator. Guru harus membimbing dan membantu siswa untuk mengidentifikasi pertanyaan, dan masalah- masalah, membantu siswa dalam menemukan sumber informasi yang tepat, dan membimbing siswa melakukan penyelidikan. Guru menciptakan suasana yang menjamin kebebasan untuk melakukan eksplorasi, mendorong siswa untuk berani memecahkan buah pikirannya sendiri dengan berbagai cara. Dalam hal ini guru dapat menempuh cara-cara :
a.       Bersikap terbuka dalam menerima pendapat
b.      Bersedia menerima
c.       Memeriksa/menimbang semua usaha yang diajukan siswa
d.      Dengan ringan hati memberikan kunci-kunci pemecahan masalah
e.       Memberi kesempatan kepada siswa untuk berbuat kreatif dan mandiri
f.       Mendorong siswa untuk berani bertukar pendapat
g.      Menganalisis pendapat dar tafsiran yang berbeda-beda
Di dalam pembelajaran inkuiri guru berperan sebagai fasilitator yaitu :
1.      Menyiapkan tugas, masalah/problem yang akan dipecahkan oleh siswa
2.      Memberikan klarifikasi-klarifikasi
3.      Menyiapkan setting kelas
4.      Menyiapkan alat-alat dan fasilitas belajar yang diperlukan
5.      Memberikan kesempatan pelaksanaan
6.      Sebagi sumber informasi, jika diperlukan oleh siswa
7.      Membantu siswa agar dapat secara mandiri merumuskan kesimpulan dan implikasi-implikasinya.
Guru sebagai stimulator, berusaha menstimulir siswanya untuk berpikir aktif, dengan cara mengajukan pertanyaan, meminta siswa untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip ke dalam berbagai situasi, mendorong siswa untuk mengolah data dan informasi. Selain itu guru juga harus menghadapkan siswa pada masalah, kontradiksi, implikasi, asumsi tentang nilai dan pertentangan nilai. Kemudian guru mengklarifikasi respon siswa dan menyarankan alternative penafsiran terhadap data. Guru tidak menekankan kebenaran jawaban, tetapi membantu siswa menemukan dan mengklasifikasi jawaban yang tepat. Oleh karena itu guru dituntut memiliki keterampilan bertanya sehingga dapat meningkatkan berpikir kritis dan memecahkan masalah.
Menurut Kosasi (1978:46), untuk melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, guru dituntut memiliki ciri-ciri guru inkuiri antara lain:
a.       Memiliki kemampuan sebagai perencana (planer), baik rencana program pengajaran, pelaksanaan, maupun evaluasi.
b.      Memiliki kemampuan untuk melaksanakan rencana tersebut denga sebaik-baiknya menurut keputusan proses pembelajaran serta tujuan instruksionalnya.
c.       Memiliki kemampuan sebagai penanya yang baik
d.      Guru mempunyai kemampuan sebagai manajer
e.       Memiliki kemampuan sebagai pemberi hadiah, dapat berupa pujian sebagai cara untuk memotivasi belajar
f.       Memiliki kemampuan sebagai penguji kebenaran dari pada suatu sistem nilai.

CIRI-CIRI BELAJAR

 CIRI-CIRI BELAJAR
Ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut :
1.     Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif).
2.     Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau dapat disimpan.
3.      Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha. Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.
4.      Belajar tidak hanya dapat dilakukan disatu tempat saja, melainkan dimana saja kita berada.

Senin, 02 Juni 2014

MENGAPA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA MASIH RENDAH?



1.Pembelajaran hanya pada buku paket
Di indonesia telah berganti beberapa kurikulum dari KBK menjadi KTSP. Hampir setiap menteri mengganti kurikulum lama dengan kurikulum yang baru. Namun adakah yang berbeda dari kondisi pembelajaran di sekolah-sekolah? Tidak, karena pembelajaran di sekolah sejak zaman dulu masih memakai kurikulum buku paket. Sejak era 60-70an, pembelajaran di kelas tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Apapun kurikulumnya, guru hanya mengenal buku paket. Materi dalam buku paketlah yang menjadi acuan dan guru tidak mencari sumber referensi lain.

2. Mengajar Satu Arah
Metode pembelajaran yang menjadi favorit guru mungkin hanya satu, yaitu metode berceramah satu arah. Karena berceramah itu mudah dan ringan, tanpa modal, tanpa tenaga, tanpa persiapan yang rumit.  Metode ceramah menjadi metode terbanyak yang dipakai guru karena memang hanya itulah metode yang benar-benar dikuasai sebagain besar guru. Pernahkah guru mengajak anak berkeliling sekolahnya untuk belajar ? Pernahkah guru membawa siswanya melakukan percobaan di alam lingkungan sekitar ? Atau pernahkah guru membawa seorang ilmuwan langsung datang di kelas untuk menjelaskan profesinya?

3. Kurangnya Sarana Belajar
Sebenarnya, perhatian pemerintah itu sudah cukup, namun masih kurang cukup. Masih banyak sarana belajar di beberapa sekolah khususnya daerah, tertinggal jauh dibandingkan sarana belajar di sekolah-sekolah yang berada di kota.

4. Aturan yang Mengikat
Ini tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sekolah seharusnya memiliki kurikulum sendiri sesuai dengan karakteristiknya.

5. Guru tak Menanamkan Diskusi Dua Arah
Lihatlah pembelajaran di ruang kelas. Sepertinya sudah diseragamkan. Anak duduk rapi, tangan dilipat di meja, mendengarkan guru menjelaskan. seolah-olah Anak “Dipaksa” mendengar dan mendapatkan informasi sejak pagi sampai siang, belum lagi ada sekolah yang menerapkan Full Days. Anak diajarkan cara menyimak dan mendengarkan penjelasan guru, sementara kompetensi bertanya tak disentuh. Anak-anak dilatih sejak TK untuk diam saat guru menerangkan, untuk mendengarkan guru. Akibatnya Siswa tidak dilatih untuk bertanya. Siswa tidak dibiasakan bertanya, akibatnya siswa tidak berani bertanya. Selesai mengajar, guru meminta anak untuk bertanya. Heninglah suasana kelas. Yang bertanya biasanya anak-anak itu saja.

6. Metode Pertanyaan Terbuka tak Dipakai
Contoh negara yang menggunakan pertanyaan terbuka adalah Finlandia. Dalam setiap ujian, siwa boleh menjawab soal dengan membaca buku. Guru Indonesia belum siap menerapkan ini karena masih kesulitan membuat soal terbuka.

7. Budaya Mencontek
Siswa menyontek itu biasa terjadi. Tapi apakah kita tahu kalau "guru juga menyontek" ? Ini lebih parah. Lihatlah tes-tes yang diikuti guru, tes pegawai negeri yang diikuti guru, menyontek telah menjadi budaya sendiri.



PENERAPAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK TUNALARAS


1.      Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas inklusif secara umum sama dengan pelaksanaan kegiaan belajar-mengajar di kelas reguler. Namun demikian, karena di dalam kelas inklusif di samping terdapat anak normal juga terdapat anak luar biasa yang mengalami kelainan/penyimpangan, maka dalam kegiatan belajar-mengajar guru yang mengajar di kelas inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip umum juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai dengan kelainan anak.
a.       Bentuk kelas
Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar hendaknya disesuaikan dengan model penempatan anak luar biasa yang dipilih, penempatan anak luar biasa di sekolah inklusif dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut:
a)              Kelas reguler (inklusi penuh)
b)             Kelas reguler dengan cluster
c)              Kelas reguler dengan pull out
d)             Kelas reguler dengan cluster dan pull out
e)              Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
f)               Kelas khusus penuh.
b.      Implementasi model pembelajaran
Disebabkan anak-anak dengan kelainan perilaku salah suai mengacu kepada adanya:1) perilaku yang sangat ekstrim;2) masalahnya sangat kronis (salah satunya adalah sulit untuk dihilangkan secepatnya);3) perilaku yang tidak diterima oleh adanya harapan-harapan tertentu dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu
Dengan demikian disadari proses perkembangan anak untuk mengubah dirinya memerlukan bentuk kegiatan tertentu serta latihan yang diarahkan sesuai dengan keberadaan dirinya, sehingga terpenuhi kebutuhan psikologis, seperti perasaan dicintai dan dapat diterima oleh orang-orang di sekitarnya).
a)              Kebutuhan intervensi pembelajaran khusus
Ada tiga bentuk hubungan pada diri peserta didik yang mengalami hambatan perkembangan, yaitu Locus of control, expectancy for failure, dan outer directedness.
                 Locus of control mengacu pada sejauh mana seseorang merasakan akibat dari perilakunya sendiri. Seseorang yang merasakan kejadian-kejadian, baik yang positif maupun negatif, sebagai akibat dari tindakannya sendiri disebut dengan internal locus of control. Sebaliknya apabila dilakukan akibat tekanan dariluar dirinya seperti nasib,kesempatan, atau akibat dari perbuatan orang lain disebut denganexternal locus of control. Pribadi peserta didik yang mempunyai hambatan perkembangan lebih berorientasi ke arah external locus of control daripada mereka yang tidak mempunyai hambatan perkembangan
                 Expectancy for failure mengacu pada penguatan yang merupakan antisipasi sebagai akibat dari perilaku yang diajarkan.Misalnya pemberian hadiah danpemberian harapan-harapan sebagai bentuk umum akibat dari pengalaman-pengalaman masa lalu dengan tipe khusus dari suatu kegiatan pemecahan masalah.
                  Outerdirectedness merupakan upaya untuk mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi. Individu outerdirectednessdalam upaya untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan,pada umumnya meniru perilaku orang lain yang benar atau memperhatikan orang lain sebagai bentuk arahan atau petunjuk-petunjuk khusus bagi dirinya.
Dengan demikian maka perhatian guru lebih tertuju ke pada upaya-upaya untuk membantu anak dalam mengatasi konflik-konflik mentalnya, bukan dengan merubah perilaku kelainan yang tampak atau memberikan keterampilan akademik ).
Program pembelajaran sebaiknya diupayakan untuk dapat meningkatkan hubungan orang-perorang, selanjutnya suatu program pembelajaran bagi anak dengan kelainan perilaku diperlukan adanya hal-hal berikut
                 Kegiatan-kegiatan dapat dipersiapkan agar dapat meningkatkan kesportifitasan, dan hubungan yang terjalin dengan baik antara anak yang bersangkutan dengan guru dan teman-teman sekelasnya.
                 Semua kegiatan sebaiknya di arahkan untuk dapat memperoleh pengalaman-pengalaman yang berguna, dapat dirasakan kepuasaannya, dan dapat dilakukan dengan ekspresi yang penuh.
                 Kegiatan-kegiatan yang disajikan berdasarkan pada pola permainan, seperti permainan teka-teki, tarian, olahraga, dan sejenisnya.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka kegiatan-kegiatan layanan pembelajaran hendaknya bertujuan sebagai terapi dengan memperhatikan: adanya kesempatan pada anak untuk dapat mengekspresikan dirinya sendiri, dapat meningkatkan persahabatan, adanya kesempatan pada anak untuk dapat memecahkan masalah-masalahnya secara sendiri, menggunakan gerakan-gerakan ritmis, dan dilakukan dengan memodifikasi perilaku yang bersifat operant condition, dengan penguatan yang positif (positive reinforcement), hukuman (punishment), dan penarikan/ penghentian kegiatan (time-out).

2.      Penanganan Gangguan Perilaku
Agar siswa (anak tunalaras) dapat berhasil di kelas , maka harus diadakan penanganan untuk masalah-masalah emosi dan perilaku mereka. Cara yang paling efektif dalam mengatasi masalah-masalah emosional dan perilaku di kelas adalah dengan mencegah terjadinya masalah ini. Sementara tidak semua masalah emosional dan perilaku dapat dicegah, suatu pendekatn proaktif jauh lebih efektif dibanding cara yang semata-mata hanya merespon terhadap masalah. Cara ini juga dapat meningkatkan hubungan bauk antara guru dan siswa yang mungkin sebelumnya diterima lebih negatif. Cara menciptakan suasana kelas yang dapat meningkatkan sikap-sikap positif dan membantu mencegah sikap-sikap negatif, antara lain (Sabatino, 1987, dalam J.david Smith, 2006:155-156):
a.          Buatlah harapan-harapan akademis dan perilaku siswa yang anda inginkan sejelas mungkin bagi mereka.
b.          Tunjukkan pada siswa bahwa anda jujur dalam hubungan dengan mereka.
c.          Berikan perhatian dan pengakuan kepada siswa atas sifat-sifat dan prestasi yang positif. Suatu ukuran yang baik adalah menemukan sesuatu yang positif untuk dinyatakan kepada siswa setiap hari.
d.         Buatlah contoh sikap, kebiasaan kerja, dan hubungan yang positif.
e.          Persiapkan pola pengajaran dan berikan kurikulum tersusun dengan baik.

f.           Buatlah suasana kelas yang dapat diterima, baik secara fisik maupun sosial.

sumber: http://forumdapodik.blogspot.com/2014/02/sekolah-inklusi-solusi-pendidikan-untuk.html
PENANGANAN  TUNA  GRAHITA


            Guru memegang peranan penting dalam pendidikan khusus untuk berbagai jenis ketidak mampuan termasuk termasuk tunagrahita.Peran apapun yang dimainkan, guru pendidikan khusu berhadapan dengan situasi yang membutuhkan mereka untuk membuat keputusan dan rencana pendidikan untuk murid mereka, termasuk penilaian.Terdapat banyak kasus dimana murid tidka diketahui secara pasti kecacatan yang dialaminya dan sering dianggap sebagai murid yang gagal dalam pembelajaran karena bodoh, malas dan sebagainya. Maka ujian pengenalan harus dilakukan agar dapat diketahui dengan baik masalah yang sebenarnya yang menyebabkan murid tersebut tidak mencapai tujuan pembelajaran.
            Pelaksanaan uji pengenalan bukanlah hal yang mudah karena menuntut guru untuk memiliki kemampuan untuk melakukan uji tersebut. Contohnya guru harus memiliki pengetahuan dan keahlian dalam meniai untuk menentukan ketidakmampuan murid luar biasa seperti berikut:
• Pengumpulan data: Proses mengumpulkan informasi dari berbagai sumber mengenai murid, seperti rapor sekolah yang ada, sikap dan atensi, informasi dari orang tua dan laporan guru.
• Analisis : Analisis untuk latar belakang anak-anak dari segi pendidikan, social, lingkungan, catatan medis, emosi dan pertubuhan, serta perkembangan.
• Penilaian: Menilai murid dari segi perkembangan akademik, intelektual, psikologis, emosi, persepsi, bahasa, kognitif, dan pengobatan untuk menentukan kelebihan dan kekurangannya.
• Penentuan: Menentukan ketidakmampuan atau tingkat kecacatan murid berdasarkan cirri-ciri untuk setiap kategori.
• Rencana: Merencanakan program pendidikan yang sesuai untuk murid dengan menyerahkaannya kepada orang tua.

            Penilaian dan uji pengenalan adalah proses yang kompleks yang membutuhkan banyak cara untuk mengumpulkan informasi mengenai murid. Proses mengumpukan informasi membutuhkan perhatian terhadap interaksi murid dengan orang tua, guru, dan teman-temannya; berbicara dengan murid dan mereka yang memiliki hubungan dekat dengannya; meneliti rapor sekolah dan catatan penilaian yang pernah dilakukan; menilai latar belakang perkembangan dan catatan medis; menggunakan informasi berdasarkan kumpulan pengamatan dari orang tua atau guru; menilai kebutuhan dan penilaian kurikulum; menilai jenis dan tahap pembelajaran murid di saat waktu tertentu; menggunakan analisis tugas untuk mengetahui komponen yang dikuasai dan kemampuan yang belum dikuasai; dan mengumpulkan skala mengenai sikap guru terhadap murid, penerimaan teman sebaya dan kelasnya.
            Pengumpulan informasi mengenai murid dengan menggunakan berbagai metode dan sumber informasi harus memberika gambaran tentang kelebihan dan kebutuhan murid, kecacatan yang ada padanya, dan dampak terhadap pencapaian pembelajarannya. Tujuan yang realistis dan sesuai harus ditentukan untuk murid tersebut.
            Selain itu, untuk penanganan anak-anak berkebutuhan khusus seperti tunagrahita sebaiknya dikembangkan pendidikan inklusif di setiap sekolah. Pendidikan inklusif sesungguhnya memiliki tujuan mulia antara lain memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan social, potensi kecerdasan serta bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya dan juga untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.
            Pendidikan inklusif merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk perluasan akses dan peningkatan mutu pendidikan bagi semua anak yang mengalami kelainan fisik, mental, social, maupun kombinasi dari ketiga aspek tersebut dan memiliki masalah dalam hal komunikasi, sensor motorik, belajar, dan tingkah lakunya untuk mengikuti kegiatan belajar secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

            Pembelajaran dalam mewujudkan pendidikan inklusif bias dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:
• Pertama, membangun lingkungan belajar yang stimulatif, sportif, serta ramah terhadap ragam potensi kecerdasan anak.
• Kedua, mengembangkan kegiatan belajar yang aktif,kreatif,efektif, dan menyenangkan sesuai dengan kebutuhan anak.
• Ketiga, merancang kegiatan belajar yang memfungsikan seluruh modus berfikir otak seperti memori, kognisi, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
• Keempat, mengembangkan program dan kegiatan belajar yang mendorong berkembangnya sikap dan cara berfikir kreatif.
• Kelima, membangun pola interaksi social di sekolah antara guru dan murid, murid dan murid, guru dan guru, guru dan orang tua yang mendorong perkembangan semua anak secara optimal.
• Keenam, menciptakan lingkungan sekolah sebagai taman belajar.
• Ketujuh, mengembangkan kegiatan belajar yang mampu membangun karakter positif anak sehingga anak memiliki semangat belajar untuk maju dan berkembang
• Kedelapan, membangun kegiatan belajar yang mampu mengembangkan ragam potensi kecerdasan anak baik segi intelektual, social-emosional, fisikal maupun kecerdasan spiritualnya.

            Kedelapan aspek diatas sangat membantu anak-anak tunagrahita sehingga mereka bisa tidak dianggap berbeda dan diterima oleh masyarakat serta tidak diperlakukan secara khusus dan bisa berkembang dan berprestasi seperti anak-anak normal lainnya.

sumber : http://rike-rikeriwayanti.blogspot.com/2011/06/tuna-grahita.html


RPP PRISMA TEGAK SEGIEMPAT DAN LIMAS SEGIEMPAT

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)

Satuan Pendidikan      :           Sekolah Dasar
Kelas/semester            :           VI / 1
Mata pelajaran             :           Matematika
Jumlah pertemuan       :           1 x pertemuan

I.          Standar Kompetensi
4.         Menghitung volume prisma tegak segiempat dan limas segiempat dan menggunakannya dalam pemecahan masalah

II.          Kompetensi Dasar
4.1       Menghitung volume prisma tegak segiempat dan limas segiempat

III.         Indikator Pencapaian Kompetensi
a)    Menghitung volume prisma tegak segiempat menggunakan kubus satuan
b)   Menemukan rumus volume prisma tegak segiempat dengan peragaan kubus satuan
c)    Menghitung volume prisma tegak segiempat dengan menggunakan rumus
d)   Menemukan rumus volume limas segiempat dengan menggunakan penakaran
e)    Menghitung  volume limas segiempat dengan menggunakan rumus

IV.          Tujuan Pembelajaran
a)      Setelah melakukan kegiatan percobaan dengan kubus satuan , siswa dapat menghitung volume prisma tegak segiempat dengan menggunakan kubus satuan.
b)      Dengan menggunakan kubus satuan siswa dapat menentukan rumus volume prisma tegak segiempat
c)      Dengan metode tanya jawab siswa dapat menghitung volume prisma tegak segiempat dengan menggunakan rumus.
d)     Dengan melakukan peragaan berupa penakaran dengan menggunakan beras warna warni, siswa dapat menemukan rumus volume limas segiempat
e)      Dengan metode tanya jawab, siswa dapat menghitung volume limas segiempat.

V.          Materi Ajar
A.        Menghitung volume prisma tegak segiempat.
Tentukan volume dari masing-masing prisma segiempat berikut dengan satuan cm3! Untuk menghitung volume dari masing-masing prisma tersebut, hitunglah banyaknya kubus satuan yang dimuat oleh prisma tersebut.
Perhatikan bahwa banyaknya kubus satuan yang ada di alas sama dengan banyaknya persegi satuan yang menempati alas tersebut. Demikian juga dengan banyaknya lapisan kubus satuan sama dengan banyaknya satuan tinggi dari prisma tersebut. Sehingga kita dapat menggunakan luas daerah alas dan tinggi dari prisma tersebut untuk menemukan volume prisma tersebut.
Rumus Volume Prisma Segi Empat
Jika A adalah luas alas prisma dan t adalah tinggi dari prisma, maka volume dari prisma segi empat adalah V = A ∙ t
B.     Cara Menghitung Volume Limas Segiempat
a. Mengenal Bangun Ruang Limas
Limas adalah bangun ruang yang dibatasi oleh sebuah segitiga ataupun segi banyak sebagai alas dan beberapa buah bidang berbentuk segitiga sebagai bidang tegak yang bertemu pada satu titik puncak.
Namun pada gambar di atas menunjukkan gambar limas segiempat. Apa itu limas segiempat? Limas segiempat adalah bangun ruang yang mempunyai lima sisi, delapan rusuk dan lima titik sudut. Alasnya berbentuk segiempat.
Sedangkan limas segitiga adalah bangun ruang yang mempunyai empat sisi, enam rusuk dan empat titik sudut. Alasnya berbentuk segitiga.
b. Menurunkan Rumus Volume Limas Segiempat
Untuk membuktikan volume limas secara induktif, dilakukan dengan cara peragaan menakar. Dalam peragaan menakar ini akan digunakan penakar sebuah sebarang limas untuk menakar prisma pasangannya. Yang dimaksud dengan prisma pasangannya adalah prisma yang alasnya kongruen dengan alas limas dan tingginya sama dengan tinggi limas.
Dari hasil menakar, kita mendapatkan bahwa prisma terisi penuh dengan 3 kali takar dari limas. Dengan kata lain, volume prisma sama dengan 3 kali volume limas. Dapat diformulasikan sebagai berikut :
Vprisma       = 3 x Vlimas
Vlimas        = 1/3 x Vprisma
Telah diketahui bahwa Vprisma = Lalas x t, maka
Vlimas        = 1/3 x Luas alas x tinggi
     Jadi, rumus volume limas adalah : Vlimas = 1/3 x luas alas x tinggi