Senin, 02 Juni 2014

PENANGANAN  TUNA  GRAHITA


            Guru memegang peranan penting dalam pendidikan khusus untuk berbagai jenis ketidak mampuan termasuk termasuk tunagrahita.Peran apapun yang dimainkan, guru pendidikan khusu berhadapan dengan situasi yang membutuhkan mereka untuk membuat keputusan dan rencana pendidikan untuk murid mereka, termasuk penilaian.Terdapat banyak kasus dimana murid tidka diketahui secara pasti kecacatan yang dialaminya dan sering dianggap sebagai murid yang gagal dalam pembelajaran karena bodoh, malas dan sebagainya. Maka ujian pengenalan harus dilakukan agar dapat diketahui dengan baik masalah yang sebenarnya yang menyebabkan murid tersebut tidak mencapai tujuan pembelajaran.
            Pelaksanaan uji pengenalan bukanlah hal yang mudah karena menuntut guru untuk memiliki kemampuan untuk melakukan uji tersebut. Contohnya guru harus memiliki pengetahuan dan keahlian dalam meniai untuk menentukan ketidakmampuan murid luar biasa seperti berikut:
• Pengumpulan data: Proses mengumpulkan informasi dari berbagai sumber mengenai murid, seperti rapor sekolah yang ada, sikap dan atensi, informasi dari orang tua dan laporan guru.
• Analisis : Analisis untuk latar belakang anak-anak dari segi pendidikan, social, lingkungan, catatan medis, emosi dan pertubuhan, serta perkembangan.
• Penilaian: Menilai murid dari segi perkembangan akademik, intelektual, psikologis, emosi, persepsi, bahasa, kognitif, dan pengobatan untuk menentukan kelebihan dan kekurangannya.
• Penentuan: Menentukan ketidakmampuan atau tingkat kecacatan murid berdasarkan cirri-ciri untuk setiap kategori.
• Rencana: Merencanakan program pendidikan yang sesuai untuk murid dengan menyerahkaannya kepada orang tua.

            Penilaian dan uji pengenalan adalah proses yang kompleks yang membutuhkan banyak cara untuk mengumpulkan informasi mengenai murid. Proses mengumpukan informasi membutuhkan perhatian terhadap interaksi murid dengan orang tua, guru, dan teman-temannya; berbicara dengan murid dan mereka yang memiliki hubungan dekat dengannya; meneliti rapor sekolah dan catatan penilaian yang pernah dilakukan; menilai latar belakang perkembangan dan catatan medis; menggunakan informasi berdasarkan kumpulan pengamatan dari orang tua atau guru; menilai kebutuhan dan penilaian kurikulum; menilai jenis dan tahap pembelajaran murid di saat waktu tertentu; menggunakan analisis tugas untuk mengetahui komponen yang dikuasai dan kemampuan yang belum dikuasai; dan mengumpulkan skala mengenai sikap guru terhadap murid, penerimaan teman sebaya dan kelasnya.
            Pengumpulan informasi mengenai murid dengan menggunakan berbagai metode dan sumber informasi harus memberika gambaran tentang kelebihan dan kebutuhan murid, kecacatan yang ada padanya, dan dampak terhadap pencapaian pembelajarannya. Tujuan yang realistis dan sesuai harus ditentukan untuk murid tersebut.
            Selain itu, untuk penanganan anak-anak berkebutuhan khusus seperti tunagrahita sebaiknya dikembangkan pendidikan inklusif di setiap sekolah. Pendidikan inklusif sesungguhnya memiliki tujuan mulia antara lain memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan social, potensi kecerdasan serta bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya dan juga untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.
            Pendidikan inklusif merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk perluasan akses dan peningkatan mutu pendidikan bagi semua anak yang mengalami kelainan fisik, mental, social, maupun kombinasi dari ketiga aspek tersebut dan memiliki masalah dalam hal komunikasi, sensor motorik, belajar, dan tingkah lakunya untuk mengikuti kegiatan belajar secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

            Pembelajaran dalam mewujudkan pendidikan inklusif bias dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:
• Pertama, membangun lingkungan belajar yang stimulatif, sportif, serta ramah terhadap ragam potensi kecerdasan anak.
• Kedua, mengembangkan kegiatan belajar yang aktif,kreatif,efektif, dan menyenangkan sesuai dengan kebutuhan anak.
• Ketiga, merancang kegiatan belajar yang memfungsikan seluruh modus berfikir otak seperti memori, kognisi, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
• Keempat, mengembangkan program dan kegiatan belajar yang mendorong berkembangnya sikap dan cara berfikir kreatif.
• Kelima, membangun pola interaksi social di sekolah antara guru dan murid, murid dan murid, guru dan guru, guru dan orang tua yang mendorong perkembangan semua anak secara optimal.
• Keenam, menciptakan lingkungan sekolah sebagai taman belajar.
• Ketujuh, mengembangkan kegiatan belajar yang mampu membangun karakter positif anak sehingga anak memiliki semangat belajar untuk maju dan berkembang
• Kedelapan, membangun kegiatan belajar yang mampu mengembangkan ragam potensi kecerdasan anak baik segi intelektual, social-emosional, fisikal maupun kecerdasan spiritualnya.

            Kedelapan aspek diatas sangat membantu anak-anak tunagrahita sehingga mereka bisa tidak dianggap berbeda dan diterima oleh masyarakat serta tidak diperlakukan secara khusus dan bisa berkembang dan berprestasi seperti anak-anak normal lainnya.

sumber : http://rike-rikeriwayanti.blogspot.com/2011/06/tuna-grahita.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar