Senin, 02 Juni 2014

PENERAPAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK TUNALARAS


1.      Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas inklusif secara umum sama dengan pelaksanaan kegiaan belajar-mengajar di kelas reguler. Namun demikian, karena di dalam kelas inklusif di samping terdapat anak normal juga terdapat anak luar biasa yang mengalami kelainan/penyimpangan, maka dalam kegiatan belajar-mengajar guru yang mengajar di kelas inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip umum juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai dengan kelainan anak.
a.       Bentuk kelas
Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar hendaknya disesuaikan dengan model penempatan anak luar biasa yang dipilih, penempatan anak luar biasa di sekolah inklusif dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut:
a)              Kelas reguler (inklusi penuh)
b)             Kelas reguler dengan cluster
c)              Kelas reguler dengan pull out
d)             Kelas reguler dengan cluster dan pull out
e)              Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
f)               Kelas khusus penuh.
b.      Implementasi model pembelajaran
Disebabkan anak-anak dengan kelainan perilaku salah suai mengacu kepada adanya:1) perilaku yang sangat ekstrim;2) masalahnya sangat kronis (salah satunya adalah sulit untuk dihilangkan secepatnya);3) perilaku yang tidak diterima oleh adanya harapan-harapan tertentu dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu
Dengan demikian disadari proses perkembangan anak untuk mengubah dirinya memerlukan bentuk kegiatan tertentu serta latihan yang diarahkan sesuai dengan keberadaan dirinya, sehingga terpenuhi kebutuhan psikologis, seperti perasaan dicintai dan dapat diterima oleh orang-orang di sekitarnya).
a)              Kebutuhan intervensi pembelajaran khusus
Ada tiga bentuk hubungan pada diri peserta didik yang mengalami hambatan perkembangan, yaitu Locus of control, expectancy for failure, dan outer directedness.
                 Locus of control mengacu pada sejauh mana seseorang merasakan akibat dari perilakunya sendiri. Seseorang yang merasakan kejadian-kejadian, baik yang positif maupun negatif, sebagai akibat dari tindakannya sendiri disebut dengan internal locus of control. Sebaliknya apabila dilakukan akibat tekanan dariluar dirinya seperti nasib,kesempatan, atau akibat dari perbuatan orang lain disebut denganexternal locus of control. Pribadi peserta didik yang mempunyai hambatan perkembangan lebih berorientasi ke arah external locus of control daripada mereka yang tidak mempunyai hambatan perkembangan
                 Expectancy for failure mengacu pada penguatan yang merupakan antisipasi sebagai akibat dari perilaku yang diajarkan.Misalnya pemberian hadiah danpemberian harapan-harapan sebagai bentuk umum akibat dari pengalaman-pengalaman masa lalu dengan tipe khusus dari suatu kegiatan pemecahan masalah.
                  Outerdirectedness merupakan upaya untuk mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi. Individu outerdirectednessdalam upaya untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan,pada umumnya meniru perilaku orang lain yang benar atau memperhatikan orang lain sebagai bentuk arahan atau petunjuk-petunjuk khusus bagi dirinya.
Dengan demikian maka perhatian guru lebih tertuju ke pada upaya-upaya untuk membantu anak dalam mengatasi konflik-konflik mentalnya, bukan dengan merubah perilaku kelainan yang tampak atau memberikan keterampilan akademik ).
Program pembelajaran sebaiknya diupayakan untuk dapat meningkatkan hubungan orang-perorang, selanjutnya suatu program pembelajaran bagi anak dengan kelainan perilaku diperlukan adanya hal-hal berikut
                 Kegiatan-kegiatan dapat dipersiapkan agar dapat meningkatkan kesportifitasan, dan hubungan yang terjalin dengan baik antara anak yang bersangkutan dengan guru dan teman-teman sekelasnya.
                 Semua kegiatan sebaiknya di arahkan untuk dapat memperoleh pengalaman-pengalaman yang berguna, dapat dirasakan kepuasaannya, dan dapat dilakukan dengan ekspresi yang penuh.
                 Kegiatan-kegiatan yang disajikan berdasarkan pada pola permainan, seperti permainan teka-teki, tarian, olahraga, dan sejenisnya.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka kegiatan-kegiatan layanan pembelajaran hendaknya bertujuan sebagai terapi dengan memperhatikan: adanya kesempatan pada anak untuk dapat mengekspresikan dirinya sendiri, dapat meningkatkan persahabatan, adanya kesempatan pada anak untuk dapat memecahkan masalah-masalahnya secara sendiri, menggunakan gerakan-gerakan ritmis, dan dilakukan dengan memodifikasi perilaku yang bersifat operant condition, dengan penguatan yang positif (positive reinforcement), hukuman (punishment), dan penarikan/ penghentian kegiatan (time-out).

2.      Penanganan Gangguan Perilaku
Agar siswa (anak tunalaras) dapat berhasil di kelas , maka harus diadakan penanganan untuk masalah-masalah emosi dan perilaku mereka. Cara yang paling efektif dalam mengatasi masalah-masalah emosional dan perilaku di kelas adalah dengan mencegah terjadinya masalah ini. Sementara tidak semua masalah emosional dan perilaku dapat dicegah, suatu pendekatn proaktif jauh lebih efektif dibanding cara yang semata-mata hanya merespon terhadap masalah. Cara ini juga dapat meningkatkan hubungan bauk antara guru dan siswa yang mungkin sebelumnya diterima lebih negatif. Cara menciptakan suasana kelas yang dapat meningkatkan sikap-sikap positif dan membantu mencegah sikap-sikap negatif, antara lain (Sabatino, 1987, dalam J.david Smith, 2006:155-156):
a.          Buatlah harapan-harapan akademis dan perilaku siswa yang anda inginkan sejelas mungkin bagi mereka.
b.          Tunjukkan pada siswa bahwa anda jujur dalam hubungan dengan mereka.
c.          Berikan perhatian dan pengakuan kepada siswa atas sifat-sifat dan prestasi yang positif. Suatu ukuran yang baik adalah menemukan sesuatu yang positif untuk dinyatakan kepada siswa setiap hari.
d.         Buatlah contoh sikap, kebiasaan kerja, dan hubungan yang positif.
e.          Persiapkan pola pengajaran dan berikan kurikulum tersusun dengan baik.

f.           Buatlah suasana kelas yang dapat diterima, baik secara fisik maupun sosial.

sumber: http://forumdapodik.blogspot.com/2014/02/sekolah-inklusi-solusi-pendidikan-untuk.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar